Pages

Wednesday, September 28, 2005

Caff'a'Ville

By. Kanya Stira

‘Cha, gimana kalo Jum’at sore besok kita ke Fundament, Drewl bakal manggung disana, n gw dapet tiket gratisnya dari bokap gw.’ Tawar Ninta pada Chicha sambil mengacung-acungkan tiket masuk Fundament di depan muka Chicha. Chicha yang sedang mendengarkan Jimmy Gets High- Daniel Powter langsung melepas earphone dan mematikan iPod mini pink-nya.

‘Huaaa!!!! Mau banget!! Nta, lo emang baek banget.’ Jawab Chicha histeris. Membuat beberapa orang yang sedang sibuk menghapalkan peta buta India yang akan ulangan jam terakhir nanti menoleh ke arah Chicha dan Ninta.

Chicha sedikit merasa malu, tapi, mau gimana lagi. Drewl adalah band lokal kesukaan Chicha saat ini, sebagai salah satu Music Freak sejati Chicha selalu mengamati perkembangan penyanyi-penyanyi jaman sekarang. Dan salah satu band lokal yang menurut Chicha paling berqualified saat ini adalah Drewl. Sangat berbeda dengan tujuan Ninta, yang cuma pengen ngecengin anak-anak Drewl yang menurutnya keren banget, nga peduli sama musiknya yang campuran antara Pop, Jazz, dan sedikit soul.

‘Kalo gitu nanti kita langsung ketemuan di Fundament aja, ok?’ Kata Chicha sambil menyalakan iPod dan memasang earphone di telinganya lagi.

Fundament adalah nama salah live house tempat band-band lokal manggung. Terletak di pusat pertokoan LaffWalk yang dekat dari SMP Sandarina, sekolah Chicha dan Ninta. Masuk ke Fundament sebenarnya gratis, tapi karena setiap jum’at mengunjung yang datang selalu melebihi batas maksimal maka diberlakukanlah peraturan untuk membeli karcis terlebih dahulu.

Inilah yang lalu membuat Chicha kesusahan untuk datang ke Fundament, masalahnya bukan di harga tiketnya (yang sebenernya nga terlalu mahal-mahal amat) tapi karena terbatasnya karcis itu sendiri. Biasanya loket penjualan dibuka pada Kamis pagi dan setiap Chicha sampai di sana pasti antrian sudah panjang dan Chicha selalu nga dapet tiket. Makanya Chicha senang sekali waktu dikasih tiket gratis sama Ninta.
Chicha


Namaku Chicha, lengkapnya Grynallita Alyssa Widata. Aku sekolah di SMP Sandarina, salah satu SMP swasta. Umurku 15 tahun. Dan aku tidak punya pacar, ralat, aku belum pernah punya pacar.

Uuuuhh... itulah yang membuatku resah akhir-akhir ini. Teman-temanku kebanyakan sudah mempunyai pacar. Bahkan kemarin Finta sudah jadian lagi dengan pacar ke 4nya. Yah... jangan dibandingin sama aku juga, sih. Finta kan anggota ganknya Fostine, kelas atas (Begitulah aku dan Ninta menyebutnya) yang isinya cewek-cewek cantik dan modis yang selalu mengikuti gaya fashion terbaru. Sementara aku, gaul saja jarang-jarang. Aku lebih banyak mencurahkan waktu dan perhatianku pada pelajaran (Karena aku sudah kelas 3 sekarang) juga perkembangan musik.

Tapi, akhir-akhir ini aku sadar juga punya cowok itu sudah menjadi salah satu kebutuhanku. Aku suka berkhayal, aku pengen banget ketemu cowok yang romantis, baik, setia... Pokoknya tipe-tipe White Prince gitu, deh. Yang selalu aku temukan di dalam cerita-cerita manga jepangku.

Tadi Ninta mengajakku untuk menonton salah satu band kesukaanku saat ini, Drewl. Aku senang banget, paling tidak sabtu nanti aku tidak harus merasakan kebetean lagi, karena semua teman-temanku sudah menghabiskan waktunya dengan pacar tersayang mereka masing-masing. Uuu... aku nga sabar, nih! Eh, siapa tahu aku bisa ketemu cowok keren di sana.



‘Nta, lo di mana, sih?’ kataku sedikit berteriak pada handphoneku, keadaan LaffWalk malam itu ramai sekali, banyak cewek-cewek yang berpakaian norak berbeda sekali denganku yang hanya mengenakan v-shrt putih dan celana pipa. Dan Ninta belum datang juga padahal sekarang udah jam 8 kurang 5 menit dan acaranya akan dimulai pukul 8.

‘Iyaa...Sebentar. Bentaran nyampe, kok.’ Jawabnya Ninta di ujung sana, tapi aku tahu sekali kalo dia masih berada di rumah. Dasar Miss lelet, rupanya kebudayaan Indonesia bagian ngaret sangat kental dalam dirinya.

Dasar!!!

Dukk!!

Auww!!

Seorang cowok bertampang sangar menabrak Chicha dan menumpahkan jus lemon yang sedang diminum Chicha. Baju Chicha menjadi basah dan lengket. Ahh!! Baju kesayangan gw!!!

‘Sori.’ Kata cowok itu pelan mengambil stick drumnya yang tadi juga ikut terjatuh saat menabrakku. ‘Ikut gw.’ Lanjutnya sambil menarik tangan Chicha kasar.

Aduh. Sakit! Kasar banget, sih. Batin Chicha yang hanya mengikuti cowok tak dikenal itu. Entah mengapa Chicha mengikuti cowok itu.

Cowok tak dikenal itu mengajak Chicha masuk ke salah satu Fitting Room di belakang panggung Fundament. Dia kok bisa punya pass-nya? Apa dia salah satu anggota band ya? Tapi, bukannya yang mau manggung hari ini cuma Drewl?

‘Duduk di situ.’ Kata cowok tak dikenal itu sambil menunjuk ke salah satu sofa lusuh berwarna hijau toska di pojok ruangan. Lalu si cowok masuk ke salah satu ruangan.

‘Eh, tunggu.’ Kata Chicha pelan. Tapi rupanya si cowok tak menghiraukannya dan terus berjalan. Muka Chicha memerah, sejak tadi sebenarnya, ini pertama kalinya ia digandeng oleh seorang cowok tak dikenal, sekasar apapun itu.

Tak lama beberapa orang cowok masuk ke dalam ruangan itu. Waa... mereka ini kan anggota band Drewl!

‘Lho? Ceweknya siapa, nih?’ tanya salah satu cowok itu.

‘Eh, lumayan manis, nih’ lanjut yang lain.

Aku menunduk. Aku sadar mukaku mulai memerah. Maluu!!!

‘Jangan ganggu dia.’ Aku melihat ke arah suara itu. Cowok yang tadi!!

‘Nih, pake ini aja dulu, T-shirt band Drewl.’ Kata cowok itu sambil memberiku T-shirt berwarna hitam bertuliskan ‘Drewl’ yang masih terlipat rapi di dalam plastiknya.

‘Ma...makasih.’ jawabku tergagap sambil menerima t-shirt itu.

‘Ben, kayaknya lo terlalu kasar. Ni anak rada ketakutan tuh jadinya.’ Kata salah satu cowok yang ada di ruangan itu. Aku melihat ke arah cowok itu, cakep juga.

‘Eh.’ Kata seseorang yang sepertinya bernama Ben itu. ‘Sori, tadi gw panik banget. Takut telat manggung. Makanya gw buru-buru, apalagi tadi mobil gw mogok. Sial banget gw hari ini. Eh, mending sekarang lo ganti baju dulu, di sana’ Jelas cowok itu sambil menatap mukaku lalu menunjuk salah satu Fitting room. Deg!

‘iya.’ Jawabku lalu bangkit dari kursi hijau itu menuju ke arah yang tadi ditunjuk oleh cowok itu.

Wah! Ini kan t-shirt Drewl keluaran terbaru yang aku cari-cari. Aku baru sadar. Cowok tadi itu juga cakep, siapa namanya? Ben, ya. Pikirku setelah memakai t-shirt itu.

‘Udah? Maafin gw ya?’ kata Ben waktu aku keluar dari kamar ganti. Lalu Ben menjulurkan tangannya memintaku untuk bersalaman dengannya.

‘udah.. terima aja. Jarang-jarang lo si Ben mau minta maaf sama orang lain.’ Kata cowok yang tadi membelaku.

‘Apa, sih.’ Kata Ben salah tingkah. ‘Jangan dengerin dia, lo mau maafin gw kan?’ lanjutnya sedikit memaksa.

‘Iya, nga apa-apa, kok.’ Jawabku pelan sambil menerima tangan itu menatap mata Ben, matanya berwarna coklat. Aku baru menyadarinya. Deg!

‘Eh, sori ya. Kayaknya salamannya mesti selesai dulu, deh. Kita udah mesti manggung, Ben.’ Kata temannya yang lain.

Ben mengambil stick drumnya dan keluar bersama teman-temannya. Tiba-tiba hapeku berbunyi Wake Up dari Hilary Duff.

‘Chichaaaa!!! Lo di mana, sih?? Gw udah di depan panggung, nih. Dari tadi misscall – misscall lo sampe bete. Bentaran Drewl manggung, Lho!!!’ terdengar suara cerewet Ninta dari ujung sana.

‘Iya, iya. Sebentar.’ Jawabku sambil mematikan telepon itu. Ada 15 missedcalls. Ya ampun! Kok aku bisa nga sadar sama bunyi hapeku sendiri!

Malam itu Drewl manggung keren banget. Ternyata cowok bernama Ben itu drummernya Drewl.

‘Cha! Itu kan Abel! Anak SMA kita.’ Kata Ninta sedikit berteriak untuk menyeimbangkan suaranya dengan keadaan sekitar kita yang ramai. Sambil menunjuk vokalis Drewl di panggung.

‘Abel?’ tanyaku balik dengan suara yang cukup keras juga.

‘Iya, salah satu cowok populer di sekolah. Ahh!!! Chicha jangan bilang lo nga tau!!’

Aku memang tidak tahu, mungkin tepatnya aku tidak peduli. Yang aku tahu cowok di depan yang katanya Chicha keren itu adalah vokalis tetapnya Drewl dan juga adalah cowok yang tadi membelaku waktu di ruang ganti.

***

Malam itu Ninta menginap di rumahku, toh besok hari sabtu. Dan, sekolah ku libur di hari Sabtu. Kami merencanakan sebuah Slumbber Party. Ya, menghabiskan malam itu dengan tertawa, curhat, menari-nari, berdandan, dan girl stuff lainnya. Aku menceritakan alasanku terlambat tadi pertemuanku dengan cowok yang bernama Ben itu. Ninta terlihat exited banget mendengar ceritaku.

‘Ben?’ ulang Ninta sewaktu aku menyebut nama cowok itu. ‘Kok gw nga inget ada anggota Drewl yang namanya Ben ya?’

‘Ben itu yang tadi jadi drummer.’ Jelasku sambil mengoleskan kutex berwarna pink di kakiku.

‘Gw nga ngeliatin, tuh. Abis yang menarik perhatian gw cuma Kak Abel, sih.’ Katanya sambil mengambil biscuit bayi rasa susu. Biscuit favorit kami, apa salahnya remaja berumur 15 tahun memakan biskuit itu, kita kan juga pernah jadi bayi! Kalo bayi minum wine itu baru salah, karena dia belum pernah jadi orang dewasa. Itulah alasan yang kami berikan apabila seseorang menanyai kami tentang kebiasaan kami yang menurut orang-orang cukup aneh itu. Tiba-tiba aku teringat kejadian tadi, waktu Ben menyentuh tanganku untuk bersalaman dengannya. Tak sadar mukaku memerah karena teringat kejadian itu.

‘Cha? Lo kenapa? Kok muka lo merah gitu, sih? Salah makan lo?’ tanya Ninta sambil memperhatikan raut mukaku.

‘Ng..nga apa-apa, kok.’ Jawabku sambil menunduk berusaha berkonsentrasi pada kutexku.

‘Waa... akhirnya gw sekarang tahu tipe kesukaan lo.’ Kata Ninta tersenyum bangga. ‘ben sang drummer dari Drewl.’ Lanjutnya dengan senyum bangga.

‘A..Apa sih. Tipe favorit apa.’ Jawabku tergagap.

‘Ahahaha, udahlah, Cha. Nga usah malu-malu gitu sama gw. Eh, gimana kalo minggu depan kita nonton di Fundament lagi? Drewl bakal manggung di sana lagi kan?’ tawarnya padaku. ‘Kayaknya gw masih bisa minta tiket lagi ke bokap gw, kalo Cuma 2 orang.’ Lanjutnya.

Aku mengangguk pelan. Berusaha menyembunyikan muka merahku dari Ninta. Nin, lo emang baaiikkkkkkkkk banget!

No comments: