‘Dateng juga, lo.’ Ucap Lola sambil melihat sekilas Callea yang berjalan santai ke arahnya.
‘Tujuan gw bukan bantuin lo, ini demi Radit.’
‘Yeah, whatever.’ Jawab Lola dengan nada tidak peduli. ’Kapan ni anak berenti bersikap nyolot.’ Lanjutnya bergumam.
‘Yang pasti gw nga akan berenti nyolot sampe orang berenti nyolot di depan gw.’ Ucap Al sambil menatap Lola. Lola terkejut. Dia denger,toh. Batin Lola.
‘Jadi, gw mesti ngapain?’ tanya Cal sambil melihat hasil pekerjaan Loli yang baru ¼ jadi itu. Loli mengeluarkan Planning Sheet-nya dan memperlihatkannya pada Cal.
‘Rencananya gw mau bikin kayak gini, di sebelah sini.’ Jelasnya.
‘Kenapa lo nga make warna-warna yang lebih mencolok, warna yang elo pake cewek banget.’ komen Al.
‘Selain gw nga gitu suka sama warna mencolok, gw juga belom pernah make warna mencolok banyak-banyak itu.’ Sahut Lola sambil melemparkan sebotol cat semprot pada Al. Al menangkapnya dengan sigap, lalu mulai memperhatikan basic Lola lagi.
‘Such a Low-end, di mana-mana yang namanya grafitti itu mencolok dan menarik perhatian.’ Katanya sambil terus memperhatikan basic Loli yang didominasi dengan warna-warna pastel itu.
‘Apa? Low-end??’ Loli tidak terima ia disebut ‘Level rendahan’ dalam hal grafitti seperti ini.
‘Emangnya kenapa kalo kita mau bikin yang beda?? Toh, hasilnya bukan mau dipamerin tapi untuk dilihat sama yang bersangkutan.’ Kata Loli sambil melepaskan ikatan saputangan dari kepalanya.
‘Apa bedanya dipamerin sama dilihat? Apapun tujuannya, grafitti nga bisa lepas dari basicnya: warna mencolok dan menarik perhatian.’ Jawab Cal sambil mengoreksi basic Loli, menambahnya dengan warna-warna mencolok.
‘Sok tahu banget,sih! Grafitti itu kan seni, seni itu kan seharusnya nga terpatok sama peraturan!’ Jawab Loli keberatan melihat basicnya diubah sebagian besar, semakin lama semakin banyak yang diubah oleh Cal.
‘Yang sok tahu itu siapa, jurusan gw seni. Gw tahu mana yang bener mana yang salah.’
‘Terserah.’ Jawab Loli akhirnya, dengan suara yang bergetar menahan emosi. Rasanya darah Loli sudah sampai ujung kepala. Tapi ia terus memperhatikan planning sheet-nya yang sedang dirombak oleh Al.
Eh, tapi dia bener juga, sih. Mendingan bagian situ ditambahin merah trus sebelahnya biru tua. Pikir Loli sambil terus memperhatikan pekerjaan Cal.
Tak berapa lama Cal mengeluarkan rokoknya, dan menyalakannya di depan Loli.
‘Rokok lagi!’ bentak Loli lalu merebut sebungkus rokok Cal juga mengambil rokok yang sedang dihisap Cal beserta dengan pematiknya lalu membuang rokok itu ke tanah yang telah dilapisi koran dan menyemprot rokok itu dengan pilox hitam.
‘What the hell you think you doin—?!’ bentak Cal pada Loli kaget rokoknya diambil dan disemprot pilox.
‘Nga liat itu??’ Ucap Loli keras sambil menunjuk Kertas bertuliskan ‘BEBAS ROKOK DAN KOPI’ besar-besar yang ditempelkan di salah satu ujung tembok dekat pintu masuk.
‘Lo tahu, gw benci rokok. Jadi jangan sekalipun pernah ngerokok di depan gw! That thing makes me can’t breath well and makes my body can’t feel well! Lo nga tahu gimana rasanya orang yang asma dan memerlukan inhaller and other antibiotics to makes you—just to makes you can breath well! Terserah lo mau ngerokok bahkan jadi pecandu berat, it’s all your problem but not in front of me! I hate it!’ teriak Loli lepas kendali, wajahnya memerah, tubuhnya bergetar, semua emosinya yang ia tahan sejak pagi hari serasa meledak.
Cal terdiam. Pertama, dia kaget karena belom ada orang yang ceramah tentang rokok sambil berteriak di depannya. Kedua, dia nga tahu Loli asma yang dia tahu Loli nga suka rokok. Dan terakhir, yang teriak kepadanya adalah anak kelas 2 SMA.
‘Sorry.’ Kata Cal kemudian memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka berdua. ‘Gw salah, gw janji nga bakal ngerokok lagi...’ lanjutnya. ‘ Di depan elo.’ Tambahnya cepat-cepat.
Loli terdiam, pikirannya masih bergemuruh. Antara marah, jengkel, dan bingung. ‘Ngerti nyesel juga lo.’ Jawabnya kemudian. Jawaban yang salah dan ia sendiri menyesali itu sedetik kemudian.
‘Lo...’ kata Cal tertahan, rasanya sedetik yang lalu gw baru saja meminta maaf pada cewek angkuh ini sekarang ni cewek udah nyolotin gw lagi! Apa sih maunya! ‘Kalo lo bukan cewek...’ Lanjutnya pelan tertahan lalu ia terdiam dan melanjutkan lagi pekerjaannya. Nga ada gunanya juga gw ngurusin ni cewek, pikirnya.
Callea tidak tahu kalau Loli sendiri merasa sangat menyesal telah berkata seperti itu padanya. Akhir-akhir ini Loli tidak bisa mengontrol tingkah dan emosinya terlebih kalau ia berhadapan dengan Cellia. Sejak ia pertama kali bertemu sampai sekarang. Tak sadar Loli mengeluarkan air mata. Tapi lalu menghapuskan air mata itu cepat-cepat dan mulai memasang sapu tangannya lagi.
Hari ini Al datang ke rumah Radit untuk membantu Lola mengerjakan surprise-nya sebagai hadiah ulang tahun Radit. Kebetulan hari itu Radit sedang sibuk dengan tugas kuliah kelompoknya dan rencananya ia akan menginap di rumah Fauza selama beberapa hari. Awalnya Lola sendiri ragu dengan idenya untuk mengajak Al mengerjakan tugas ini udah jutek, cuek, ngerokok lagi! Pikirnya. Tapi siapa lagi yang bisa membantunya? Al seorang bomber dan dia kuliah di jurusan seni, tentunya dia lebih mengerti tentang hal ini daripada teman-teman Radit yang lainnya. Akhirnya Lola memutuskan untuk tetap mengajaknya. Dan, tanpa disangka-sangka ternyata Al menerima ajakan Lola itu. Lola sendiri cukup surprise saat mengetahui bahwa Al setuju untuk membantunya mengerjakan secret project ini.
Rencananya Lola ingin membuat grafitti di dinding taman Shira-taman belakang rumah Radit yang mereka jadiin tempat private mereka berdua dan nga sembarang orang boleh masuk ke tempat itu. Lola tadinya optimis dia bisa ngerjain grafitti itu sendiri di tembok yang berukuran 2x3 itu
--bersambung
(Kira-kira ini dilanjutin nga y?)
No comments:
Post a Comment